Baca: Yesaya 43:1-7
Nama Fatmawati pastilah terngiang di benak setiap warga negara Indonesia. Ia menjahit bendera yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Hingga saat ini bahkan bendera itu menjadi pusaka bangsa: diawetkan dengan berbagai cara, dipertontonkan saat upacara di Istana Negara, bahkan mungkin dianggap sakral dan disembah-sembah.
Tanpa mengecilkan peran dan sejarahnya, penjahit mana pun di saat itu bisa melakukan hal yang sama. Tak hanya Ibu Fatmawati, bukan? Namun, karena pentingnya peristiwa itu, juga tingginya kedudukan Ibu Fatmawati sebagai istri Bung Karno, maka bendera itu pun menjadi bendera pusaka.
Sejarah suatu bangsa kadang masih berbaur samar-samar dan tak pernah luput dari kultus individu. Apa pun yang dilakukan oleh tokoh-tokoh besar, akan senantiasa menjadi sebuah berita, atau kenangan. Presiden kita, bila ikut lomba panjat pinang saat Agustusan misalnya, pasti akan jadi berita luar biasa besar. Kalau kita ikut, koran mana yang mau peduli? Kecuali ada hal-hal ajaib terjadi dalam lomba itu.
Namun, sebenarnya, sadarkah kita bahwa kita ini juga besar di mata Tuhan? Seluruh hidup kita sangat berharga, walau dunia menganggapnya biasa-biasa saja. Seperti Fatmawati yang menjahit pusaka bangsa, kita juga sedang merangkai sebuah kehidupan yang kelak pantas untuk menjadi berita yang menebarkan pekik-sorak sukacita surga. Karenanya, walaupun segalanya tampak serba tidak ada apa-apanya saat-saat ini, mari kita terus berjuang untuk merajut hidup yang maknawi. ***
Wrekso Wikromo
Nama Fatmawati pastilah terngiang di benak setiap warga negara Indonesia. Ia menjahit bendera yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945. Hingga saat ini bahkan bendera itu menjadi pusaka bangsa: diawetkan dengan berbagai cara, dipertontonkan saat upacara di Istana Negara, bahkan mungkin dianggap sakral dan disembah-sembah.
Tanpa mengecilkan peran dan sejarahnya, penjahit mana pun di saat itu bisa melakukan hal yang sama. Tak hanya Ibu Fatmawati, bukan? Namun, karena pentingnya peristiwa itu, juga tingginya kedudukan Ibu Fatmawati sebagai istri Bung Karno, maka bendera itu pun menjadi bendera pusaka.
Sejarah suatu bangsa kadang masih berbaur samar-samar dan tak pernah luput dari kultus individu. Apa pun yang dilakukan oleh tokoh-tokoh besar, akan senantiasa menjadi sebuah berita, atau kenangan. Presiden kita, bila ikut lomba panjat pinang saat Agustusan misalnya, pasti akan jadi berita luar biasa besar. Kalau kita ikut, koran mana yang mau peduli? Kecuali ada hal-hal ajaib terjadi dalam lomba itu.
Namun, sebenarnya, sadarkah kita bahwa kita ini juga besar di mata Tuhan? Seluruh hidup kita sangat berharga, walau dunia menganggapnya biasa-biasa saja. Seperti Fatmawati yang menjahit pusaka bangsa, kita juga sedang merangkai sebuah kehidupan yang kelak pantas untuk menjadi berita yang menebarkan pekik-sorak sukacita surga. Karenanya, walaupun segalanya tampak serba tidak ada apa-apanya saat-saat ini, mari kita terus berjuang untuk merajut hidup yang maknawi. ***
Wrekso Wikromo
4 comments:
Setuju Mas!
ya. ya. setiap orang selalu menarik. dan berharga. karena itu sayang sekali orang yang tak mau menghargai dirinya sendiri.
@ masmpep: betul itu, mas. kadang aku masih juga susah begitu.
Sesuatu yang besar pun berawal dari hal yang kecil. Namun seperti halnya mas Sidik, aku pun sering susah begitu, sering terlalu keras terhadap diri sendiri :(
Post a Comment