30.6.09

Perjalanan Liburan, Perjalanan Spiritual (4)

27 Juni 2009

Pagi hari, aku dikabari Widho kalau siang ini jadi ketemuan. Aku begitu senang karena Widho adalah salah satu sahabat terbaik dan musisi sealiran waktu aku SMP.

Sekitar jam 11 lewat Widho datang ke rumah. Kami lalu bernostalgia dengan penuh tawa dan semangat. Kami dulu punya grup band bernama Cuex Band. Pada waktu itu aku masih kelas 2 SMP, dan Widho kelas 1 SMP. Kota kami, Singkawang, menghelat acara festival musik rock. Dari tiga puluh lebih peserta, grup band kami masuk final. Padahal, kami adalah grup band dengan anggota-anggota termuda.

Salah satu musuh kami namanya Virendica, anggota-anggotanya sudah berusia kepala tiga. Tapi, prestasi kami waktu itu tak memalukan. Kami menempati urutan ke-5. Lagu yang kami bawakan adalah Cita yang Tersita karya Power Metal dan 'Til Death do us Part karya White Lion.

Obrolan dengan Widho ngalor-ngidul, ke mana-mana. Yang paling membahagiakan buatku adalah obrolan tentang istrinya yang sedang hamil 5 bulan. Berita ini sangat menyenangkan: seorang putra akan lahir lagi ke bumi! Yeah, seorang putra rocker!

Menjelang jam dua siang, aku dan Widho pergi ke Bandung Indah Plaza (BIP). Di sana, cewek cantik berhamburan di sana-sini. Widho terkikik-kikik melihat aku yang seperti orang udik melihat cewek-cewek. "Dulu, Dik... Yang lebih parah dari kau waktu jalan ke sini Si Cecep. Cecep itu kalau melihat cewek cantik lehernya sampai mutar ke mana-mana. Aku bilang sama Cecep: 'Awas lehermu patah, Cep!'"

Cecep adalah vokalis kami. Dia juga tinggal di Bandung, tapi sayangnya dia sedang tidak ada di Bandung kali ini, sedang mengajar musik di Jakarta. Kalau dia ada, pastinya kegiatan jalan-jalan ini akan lebih seru. (Halo, Cep, kapan-kapan jumpa lagi ya?)

Dari BIP aku dan Widho jalan-jalan ke Dago, pusat aneka distro di Bandung. Aku berniat untuk membelikan sesuatu lagi buat gadis manis yang benar-benar kurindukan selama aku di sini. Kami masuk ke enam distro, tapi aku tidak menemukan sesuatu yang pas untuk si dia. Widho, yang sudah berkeluarga, juga memberi masukan: "Sudahlah, Dik, kau sudah beli sesuatu untuk dia. Itu cukup, karena dia bukan siapa-siapamu untuk saat ini."

Dari Dago kami kembali lagi ke BIP, pesan dua gelas minuman di food-court lantai tiga. Obrolan kami seputar idealisme bermusik, upaya menembak pasar dengan cara jitu lewat sebuah karya, dan beberapa orang Singkawang yang sudah sukses jadi pemusik. Dari pembicaraan ini aku mengenang lagi saat-saat SMP yang penuh kenangan dulu. Saat-saat di mana musik rock berjaya. Dan, kami para rocker yang masih muda, diperlakukan dengan hormat ketika memainkan musik cadas di panggung. Jayalah rock and roll sepanjang zaman! Hidup God Bless!

Jam empat sore kami turun, lalu berbincang-bincang di depan mall. Aku merasa cukup berat waktu meninggalkan Widho. Namun, perpisahan itu harus terjadi juga. Aku naik angkot, dan dari dalam angkot aku masih melihat Widho melihat ke arahku. Saat itu aku berharap agar Widho menjadi pemusik dan ayah yang sukses dan hidup bermartabat.

Sampai di rumah pakde, aku melihat raut wajah sedihnya. Ibuku sms aku waktu aku masih di mall sama Widho: Pakde tidak ingin kita pulang ke Malang. Dia benar-benar masih kangen sama kita. Mendengarnya, hatiku semakin berat meninggalkan kota Bandung.

Pakde Put, pekdeku yang kusayang, dia hanya duduk membungkuk di atas tempat tidur, mengeluarkan suara kecil, "Hati-hati," ketika aku pamitan sambil memeluk badannya. Betapa dia tampak kehilangan aku. Matanya merah ketika ia mengangguk-angguk, merelakan kami kembali ke Malang.

Di atas kereta, ibuku membuka rahasia, kalau ternyata aku adalah seorang yang sangat disayangi pakde. Di masa kecil dulu, saat ia belum memiliki seorang putra, ia suka menggendongku dan melindungiku. Aku sering disuruh-suruh abangku memegang layang-layang yang mau ia naikkan, sementara layang-layang itu sering tidak berhasil naik. Ketika lelah berlari ke sana kemari memungut layang-layang untuk dipegangi sebelum dinaikkan, aku mendekat ke Pakde Put. Nah, kalau abangku melihat aku ada di dekat pakde, ia akan berhenti menyuruh-nyuruhku.

Jam 7 malam kereta Turangga akhirnya berangkat. Aku, bapak dan ibuku, dilanda keheningan, lalu kami terlelap. Tengah malam aku bangun, menuju ke gerbong makan. Aku pesan teh panas satu gelas. Seorang pria di sampingku menawariku rokok A Mild. Kupikir, sekali-sekali tidak apalah. Aku kan orang Kristen Interdenominasi, bukan lagi orang Kristen Kharismatik yang suka melarang orang merokok. Kusulut rokok itu, kunikmati asapnya yang menari-nari ketika keluar dari mulut dan hidungku, sambil kupandangi kekelaman malam yang sesekali dicerahi beberapa lampu rumah dari balik jendela.

28-30 Juni 2009: Penutup

Surabaya, akhirnya tiba juga. Jam delapan lewat sedikit kami sampai di kota Pahlawan ini. Di Surabaya ada jadwal kereta Malang Express jam sepuluh. Kami menunggunya, menumpanginya. Sampai di Stasiun Tugu sekitar jam 12. Sampai di rumah jam 12.30 siang. "Nah, aku sudah pulang," kataku meniru Samwise Gamgee begitu halaman rumahku tampak.

Malam ini aku ingin menyampaikan kangenku pada si gadis yang kurindukan sepanjang perjalanan liburanku. Kutelepon dia, tapi tidak diangkat. Ku-sms dia, juga tidak dibalas. Aku mulai kesal. Kesal, karena selama aku sedang liburan, hampir semua teleponku tidak pernah diangkat. Sms-ku juga tidak pernah dibalasnya. Aku tidak habis pikir kenapa dia bertingkah seperti itu. Aku juga tidak tahu sedang berbuat salah apa.

Dua hari berlalu dan keadaan seperti itu sama saja, tidak berubah. Ia tidak menggubrisku. Bahkan ketika sama-sama online di Facebook, kuajak chatting, ia diam saja. Pada tanggal 29 Juni 2009 aku memutuskan untuk stop melakukan pendekatan ke dia. "Aku telah salah berharap," kataku padanya lewat sms, "aku memang tidak pantas untuk kaudengar atau perhatikan. Mohon maaf bila sms dan teleponku mengganggumu."

Nah, akhirnya aku memutuskan untuk menyerahkan baju buatnya yang telah kubeli dengan segenap kekangenan dan rasa sayang untuk seorang anak yatim, yaitu adik angkatku. Aku juga akan berhenti berharap mendapatkan dia sebagai kekasih. Selain itu, mungkin juga, baju itu memang tidak layak untuk ia kenakan, karena ia selama ini tampaknya selalu memakai baju yang mahal-mahal dan berselera tinggi.

Akhirnya, aku kembali lagi ke Sidoarjo, 30 Juni 2009, siang hari. Di bis aku merenung: sepanjang perjalanan ini aku telah sangat bahagia bisa menemui pakdeku yang semakin berusia senja, juga menemui sahabat lamaku yang sebentar lagi akan mempunyai putra. Ya, mungkin dua hal itu yang menjadi kebahagiaan terbesarku dalam perjalanan kali ini. Aku merenunginya dan menikmatinya bersama senja yang berlalu sore ini.

Sebenarnya aku dan bapak-ibuku hendak lanjut perjalanan ke Bali, tapi sudah terlalu capek. Di Bali ada acara sepupuku menikah. Nah, aku beruntung ketika mendapat kabar ternyata acara pernikahan mereka juga akan diadakan di Malang pada tanggal 4 Juli 2009. Dan, nanti di hari yang sama, tanggal 4 Juli 2009, ada pembakaran mayat di krematorium di Batu. Yang meninggal adalah abang ipar dari besan perempuan orang tuaku. Aku tidak akan melewatkan keduanya, walau kutahu acara pembakaran mayat rasanya akan jauh lebih maknawi daripada sebuah pernikahan buatku -- saat ini.

Oh iya, aku baru ingat, ketika aku sampai di rumah kosku, ternyata cucianku cukup banyak. Sebentar lagi aku mau mencucinya. Aku juga baru ingat belum membayar uang kos yang semestinya kubayar tanggal 25 tiap bulan -- sebentar lagi aku akan membayarnya. Dan sebentar lagi, aku akan cari kaset atau CD God Bless yang baru.

Hidup Ian Antono, hidup God Bless! (Tamat)

Malang-Sidoarjo, 29-30 Juni 2009

2 comments:

eha said...

Dulu waktu nge-band pegang instrumen apa mas? Aku dulu vokalis band sekolah waktu SMA, alirannya kebanyakan pop, kadang slow rock. Pernah juga bawain 'Home by the sea' punya Genesis waktu ada festival rock antar-SMA.
Ikut kecewa dengar cerita soal sms & chat yg ga ditanggapi. Padahal udah repot2 mikir oleh2 yang cocok yah. Ga pa pa mas, kudoakan mas sidik bertemu sama gadis yang lebih bisa menghargai perhatian dari mas. Met menikmati sisa liburan!

Sidik Nugroho said...

aku dulu pegang bass waktu smp, terus sma pegang gitar. wah, eha ternyata vokalis. bisa donk kapan2 dibuat ceritanya.

trims, eha.