7.5.09

Panduan Kuliner di Malang

Judul: Tempat Makan Makanan Favorit di Malang
Penulis: Haryo Bagus Handoko
Editor: Intarina Hardiman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 133 halaman
Cetakan pertama, Maret 2009

Malang, sebuah kota berhawa cukup sejuk berjarak sekitar 90 kilometer dari Surabaya menuju selatan, adalah kota yang menyimpan banyak sejarah. Salah satu sejarahnya juga memuat akulturasi berbagai budaya yang dibawa oleh bangsa Arab, Tionghoa, India, Belanda, Prancis, Jerman, Inggris, bahkan berbagai suku bangsa di Indonesia yang menyukai kesejukan hawanya -- menjadikannya sebagai sebuah kota transit dan rehat yang diminati banyak orang. Kota Bunga, demikian dulu orang-orang menjulukinya.

Julukan ini sayangnya mulai pudar. Tak banyak lagi bunga yang bertebaran di tepi-tepi jalan sejak mal-mal besar dan ruko-ruko dibangun akibat arus kedatangan orang-orang ke segenap penjuru kota yang tiap tahun makin besar. Julukan yang terdengar romantis itu mulai bergeser akibat nuansa kota Malang yang kian hari kian metropolis. Namun, dalam kota yang kian metropolis ini, masih ada daya tariknya yang patut ditilik -- salah satunya adalah keberagaman kulinernya.

Haryo Bagus Handoko, penulis serba bisa yang kerap menulis berbagai tulisan pendek, bisa dikatakan cukup jeli melihat daya tarik kota ini. Dengan riset yang tidak tanggung-tanggung, ia menyampaikan 50 tempat makan makanan di Malang, yang bisa dibilang cukup representatif atas keragaman dan persebaran aneka kuliner di Malang. Di dalam buku full-color ini disajikan peta, alamat dan nomor telepon, jam buka, pemilik, daftar menu, dan sekilas info sebuah tempat makan. Ada juga ke-50 foto masing-masing tempat makan itu, beserta foto-foto menu istimewanya.

Perjuangan penulis dalam mengumpulkan sumber bagi tulisannya memang patut dihargai, utamanya dalam memilih makanan dan tempat-tempat makan yang bernuansa Malang -- sebagai salah satu hasil akulturasi yang tercipta dalam sejarah di kota ini. Karenanya, tak berlebihan jika di halaman depan buku ini walikota Malang, Peni Suparto, memberikan pujian atas buku ini dan menyambut baik penerbitannya. Peni juga berharap agar "... kita jangan terlalu membangga-banggakan makanan siap saji produk Barat yang kini marak di mana-mana." Ya, di buku ini tidak akan kita temui liputan atas sebuah restoran cepat saji ala Amerika.

Sisi lain yang menarik adalah upaya penulis dengan menghadirkan sekilas sejarah kota Malang di bagian awal. Dari sini kita memperoleh gambaran asal-muasal keberagaman kuliner yang ada dalam Malang, seperti komentar salah peneliti yang bernama Trias Pratiwi di halaman endorsement bahwa buku ini secara tidak langsung "menantang pembaca menemukan jati-diri bangsa lewat budaya kuliner."

Aneka kuliner di kota Malang ini kemudian dipaparkan rata-rata dua halaman per tempat makan. Cukup menarik, yang paling banyak dikupas dari ke-50 tempat makan dan makanan di buku ini adalah bakso -- ada delapan jenis tempat makan bakso yang ditulis. Malang memang terkenal dengan baksonya, dan pilihan penulis untuk memasukkan beraneka jenis bakso rasanya tepat. Di antara delapan bakso tersebut yang paling unik adalah bakso rambutan milik Ibu Sri Rejeki, yang berlokasi di Perumahan Sawojajar. Disebut bakso rambutan karena aneka siomay dan bakso yang disajikan di rumah makan ini dibentuk mirip rambutan.

Selain bakso, ada pula soto, sate, rawon, ayam goreng, bakmi, tahu campur, dan tahu lontong. Tidak semuanya khas Malang, tapi tampaknya cukup menggoda juga untuk dicoba. Dari ke-50 tempat makan ini ternyata ada satu warung kopi yang cukup terkenal di Malang, yaitu warung kopi Askar. Askar singkatan dari Asli Karangan (Karangan adalah nama sebuah daerah di Blitar). Di warung kopi ini, juga tersedia makanan yang beragam.

Satu lagi yang menarik adalah dua buah tempat makan yang berada agak jauh dari Malang, tapi masih masuk dalam kawasan Malang, yaitu di Batu dan Kepanjen. Di Batu ada Warung Sate Kelinci yang cukup terkenal, sementara di Kepanjen ada Warung Bojana Puri Gurami Asam-Manis. Warung sate kelinci ada di Batu karena cukup banyak kelinci di sana. Penulis menulis daging kelinci terasa empuk dan gurih, dan di warung itu penyajiannya dipadu dengan bumbu kacang yang manis. Sementara Warung Bojana yang menyuguhkan menu gurami asam-manis sangat terkenal dengan racikan bumbunya yang inovatif dan unik.

Hal yang agak disayangkan adalah komentar penulis atas citarasa suatu makanan yang terkesan seadanya. Hampir di setiap ulasan atas ke-50 tempat itu, komentarnya berulang-ulang menggunakan kata-kata "lezat", "nikmat", "sedap", "enak" dan beberapa kali kata "mantap". Kata-kata ini rasanya terlalu klasik untuk mewakili citarasa sebuah makanan atau masakan. Komentar-komentar penulis yang meluaskan kata-kata tersebut di dalam penjabaran lebih jauh masih dirasa minim. Bila kita menyaksikan acara wisata kuliner yang dipandu oleh Bondan Winarno, misalnya, kita akan menemukan semacam definisi atau perluasan kata-kata itu dengan "racikan bumbu yang pas", "pedasnya nendang", dan lain-lain yang lebih deskriptif. Inilah yang tampaknya perlu dikembangkan penulis lebih jauh, juga penulis-penulis buku kuliner lainnya.

Namun, terlepas dari kekurangan deskripsi tersebut di atas, buku kuliner ini telah berhasil sebagai buku panduan wisata kuliner yang sifatnya praktis. Jadi, bila di antara pembaca buku ini ada yang berasal dari luar Malang dan suatu ketika ingin mencicipi masakan-masakan favorit Malang, buku ini sangat dapat menjadi panduan menikmati aneka kuliner di kota Malang.

Buku kuliner karya Haryo yang diberi label Peta 50 oleh Gramedia ini tampaknya juga akan disusul oleh buku-buku lain berlabel sama dari kota-kota di Indonesia -- memuat 50 tempat kuliner di sebuah kota. Sebuah upaya penerbitan yang baik, untuk menumbuhkembangkan pengenalan akan kuliner asal negeri sendiri. Namun, dengan catatan bahwa pemilihan ke-50 tempat itu tidak acak atau asal pilih; semestinya dilakukan serepresentatif mungkin dalam memuat kekhasan-kekhasan budaya kuliner di masing-masing kota.

Sidik Nugroho
Arek Malang yang menjadi guru di SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo

5 comments:

M.Iqbal Dawami said...

Wah resensi ini membantu saya ngiler untuk mencicipi makanan di Malang. Maklum, cita2ku kan pengen kayak bondan winarno, makan2&jln2 gratis haha..Resensi iki maknyus tenan.Tetep sehat&semangat ya Bung, biar bisa jalan2 dan makan2 hehe..Tentunya biar bisa menulis juga.

Sidik Nugroho said...

Sip, Bung Iqbal. Semoga keturutan. Tq. Resensinya aja maknyus, apalagi kulinernya: maknyoesss... :-)

ladahitam said...

Mas saya tertarik dengan bagian baksonya.. disebutkan ada 8 tempat... boleh tau nggak mas dimana saja itu baksonya... untuk referensi kalau ke malang...

buku ini ada di toko gramedia nggak ya? thx.

Sidik Nugroho said...

halo ujang. wah, kalo mau detilnya silahkan beli bukunya. bukunya ada di gramed kok... :-)

Unknown said...

"Rekomendasi wisata kuliner yang unik di kota Batu Malang :
• Steak & Sate Kelinci
• Jagung & Pisang Bakar
• Aneka sambal & masakan tradisional khas Jawa lainnya.
Rasanya extra kuat, tapi harganya relatif murah.
Suasananya santai & romantis, cocok untuk nongkrong atau sekedar refreshing bersama keluarga. Berlokasi tepat diantara Jatim Park & Museum Angkut.

Warung Khas Batu
Jalan Sultan Agung 29, Batu, Jawa Timur 65314 (Jatim Park 1 - Museum Angkut)
Tel / Fax : +62 341 592955
HP/SMS/Whatsapp: +6285707585899
BBM : 7D8DEB8C
www.TheBatuVillas.com/WarungKhasBatu
www.Facebook.com/WarungKhasBatu

NB : blogger / pengulas / reviewer / tour guide kami undang test food GRATIS !
"