12.1.09

Cerdas dan Memikat, tapi Berat


Judul: Pria Cilik Merdeka -- Sebuah Kisah tentang Dunia Khayal Baru
Penulis: Terry Pratchett
Penerjemah: Astrid Susanti
Tahun: 2007
Penerbit: Atria (Serambi)
Tebal: 454 halaman

Tiffany anak berumur sembilan tahun. Di usianya yang masih amat muda ini ia sudah mengalami banyak hal ajaib. Di Negeri Kapur, ia tinggal dan bekerja sebagai pembuat keju. Hampir semua orang yang ada di Negeri Kapur tampak bermusuhan dengan hal-hal yang berbau sihir -- hal yang justru sangat disukai Tiffany, selain membaca dan memikirkan makna kata-kata.

Selain sihir, Tiffany juga sangat mengidolakan neneknya, Nenek Aching, almarhum. Ia, walaupun tidak secara terang-terangan dianggap seorang penyihir, namun ditakuti dan disegani segenap warga Negeri Kapur karena kehebatannya dalam menggembalakan domba. Dalam penggembalaan itu ia dibantu dua anjing, Thunder dan Lightning. Ia bahkan tahu segala seluk-beluk anjing, dan mewariskan kepada Tiffany buku yang jadi kesukaan Tiffany berjudul Penyakit-penyakit Domba.

Suatu ketika Tiffany bertemu dengan seorang manusia kecil. Tingginya sekitar enam inci dan berbadan biru. Setelah berkenalan, dijelaskan kemudian bahwa mereka ternyata adalah kaum Nac Mac Feegle yang telah diusir dari Negeri Dongeng. Tak lama berselang setelah perkenalan itu, adik Tiffany, Wentworth namanya, hilang dan tidak ada seorang pun yang tahu di mana rimbanya. Dengan pertolongan Nac Mac Feegle, Tiffany tahu bahwa Wentworth telah diculik oleh ratu jahat, seorang penyihir dari Negeri Salju. Petualangan pun dimulai.

Nac Mac Feegle, atau kaum Pria Cilik Merdeka memang lucu. Namanya saja lucu. Salah satu dari mereka bernama amat panjang: Tidak-Sebesar-Jock-Ukuran-Sedang-tapi-Lebih-Besar-dari-Jock-Cilik. Mereka suka mabuk, mencuri, membuat huru-hara, namun sangat solider dan kompak. Di antara mereka bahkan ada seorang penyair. Dan, sungguh ide yang cemerlang: Tiffany diangkat menjadi ratu (atau disebut Kelda) oleh mereka karena dia dianggap mempunyai kekuatan sihir.

Namun, kalau dipikir-pikir: Tiffany berusia sembilan tahun. Dan, hal lain yang juga patut dipikir-pikir: seorang pembaca berusia sembilan tahun, bisakah mencerna cerita ini? Semoga. Itulah harapan sebuah buku diterbitkan. Apalagi ini memang cerita untuk anak-anak.

Penulis berupaya menggarap dialog-dialog yang bernas, tidak buru-buru dan penuh canda. Alurnya panjang, agak sedikit berbelit dan berlapis. Apa yang dialami Tiffany cukup berat untuk disimak -- petualangannya terlalu berat untuk diikuti. Bayangkan ini: Tiffany dan teman-teman kecilnya memasuki sebuah dunia lain; masuk ke dunia lain lagi dari sebuah lukisan; mengalami mimpi yang ada di dalam suatu mimpi; dan membiasakan diri untuk memikirkan sesuatu yang lain dari apa yang dipandangnya (disebut oleh para Nac Mac Feegle "Pandangan Pertama" dan "Pikiran Kedua").

"Mimpi di dalam suatu mimpi", "pikiran kedua dari pandangan pertama", bahkan "berpikir tentang apa yang kaupikirkan" bukan hanya menjadi frasa-frasa filosofis yang menantang logika dari otak anak-anak untuk bekerja, tapi mewakili deskripsi dan narasi dari apa yang penulis kisahkan dalam petualangan Tiffany ini. Membayangkannya, mungkin hanya anak-anak kutubuku, berkacamata tebal, cerdas, yang bisa terkikik-kikik menikmati cerita ini.

Selain petualangan yang dibangun Terry Pratchett cukup rumit, masalah lain adalah soal bahasa. Washington Post menyatakan bahwa Terry Pratchett sedang menampilkan "kualitas sebuah cerita yang (memiliki) pola ujar dan aksen yang unik." Tapi, kedua hal itu mungkin benar-benar berkualitas dalam bahasa Inggris (bahasa aslinya), karena terjemahannya dalam bahasa Indonesia tak menampilkan keduanya sebagai keunikan tersendiri.

Mungkin, bagi orang berbahasa Inggris dengan segala gaya ungkap, aksen, dan juga leluconnya, dapat menganggap novel ini istimewa. Namun, inilah yang justru jadi kelemahan ketika novel ini diterjemahkan. Bukan hanya anak sembilan tahun, para pembaca awam segala usia bisa jadi malah mengerutkan dahi, dan bertanya-tanya: mengapa cerita ini lambat sekali? kapan selesai? ke mana lagi Tiffany akan pergi? dan hal-hal apa yang mereka bicarakan begitu banyak satu sama lain sesama tokoh -- yang rasa-rasanya tidak perlu dibicarakan?

Akhirnya, karya ini, terlepas dari keistimewaannya yang benar-benar telah digarap pengarangnya dengan sangat apik dan perjuangan yang mungkin tak tanggung-tanggung, terpaksa memiliki ruang lingkup pembaca yang sempit. Kesannya, buku anak-anak ini jadi buku bacaan kelas berat. Tebalnya saja tidak tanggung-tanggung: 454 halaman. Petualangannya yang dibumbui warna-warni canda seputar bahasa, dialog yang intens, dan hal-hal yang memikat untuk direnungkan secara filosofis, tidak serta merta-merta menjadikannya novel yang -- terutama setelah diterjemahkan -- nikmat untuk dibaca pengguna bahasa selain Inggris.

Sidik Nugroho
Sidoarjo, 6 Januari 2009, 20:09

2 comments:

Girl with Glasses said...
This comment has been removed by the author.
Girl with Glasses said...

But I love this book!
Memang berat, dan sedikit seram di bagian akhir, tetapi saya menikmati membaca buku ini. Faktor novel terjemahan memang berpengaruh (misalnya untuk nama Rampok Siapa-Saja dari Rob Anyone yang mirip nama orang), tetapi penggambaran idealisme yang kuat anatra Tiffany terhadap neneknya cukup jarang ditemui di novel anak-anak