Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina. (Kidung Agung 8:7)
Seorang ibu berkisah kepada saya sebuah kisah cinta yang muram dan pilu. Seorang wanita, sebutlah namanya In, suatu ketika jatuh hati dengan seorang pelaut, sebutlah namanya Sam. Beberapa waktu berselang, cinta In ditanggapi Sam.
Janji terucap dari bibir Sam bahwa suatu saat ia akan kembali, hidup bersama dengan In. Mungkin, seperti sebuah lagu yang digubah Yovie Widianto, "Walau ke ujung dunia, pasti ku kan menunggu, meski ke tujuh samudra, pasti ku kan menanti," In menanti Sam. Dan sebagai bukti cinta, Sam memberikan sebuah cincin kepada In.
In mengelus-elus cincin itu setiap kali mengingat Sam. Namun sayang, di suatu hari ketika kapal Sam melabuh, In yang kangen padanya amat kaget ketika melihat Sam, di kamarnya sedang bermesraan dengan wanita lain. Tanpa banyak kata-kata, In keluar dari kapal, melepas cincinnya, dan membuangnya ke laut. Cinta In pupus, seperti cincin yang tenggelam di dasar laut. Apa yang terjadi dalam kehidupan In selanjutnya? Ia menjadi wanita penghibur di hotel-hotel besar, di beberapa kota di Kalimantan Barat.
Dari kisah nyata ini, dua pelajaran dapat kita petik. Pertama, dari Sam, janji manusia kadangkala tak selalu ditepati. Karenanya, jangan terlalu banyak berharap, selain jangan mudah berjanji. Kedua, dari In, kesedihan akibat dikhianati oleh seseorang tak sepantasnya membuat hidup kita berantakan -- menjadi tanpa harga. Selama kita masih bernafas, kita harus belajar tabah, karena orang dan keadaan selalu punya peluang untuk memahitkan hati kita. (~s.n~)
Ketidakhadiran ibarat angin bagi cinta. Ia mematikan cinta yang kecil, tetapi mengobarkan cinta yang besar. (Francois de la Rochefoucauld)
No comments:
Post a Comment