16.8.10

mereka yang meninggal, dan renungan-renunganku

pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
- pengkhotbah 7:2

kehilangan kakak lelaki berarti kehilangan orang yang mestinya bisa diajak berbagi pengalaman pada masa tua, yang mestinya membawa ipar perempuan, keponakan laki-laki dan perempuan ke dalam keluarga, orang-orang untuk meramaikan pohon kehidupanmu dan memberinya cabang-cabang baru. kehilangan ayah berarti kehilangan orang yang nasihat dan pertolongannya kaubutuhkan, yang menopangmu seperti batang pohon menopang cabang-cabangnya. kehilangan ibu... yah... rasanya seperti kehilangan matahari di atas sana. rasanya seperti kehilangan... maaf, lebih baik tidak aku teruskan.
- yann martel, life of pi, hlm 188

sejak dulu aku tak suka pesta-pesta. aku selalu menghindari keramaian dan kemewahan di dalam suatu acara. aku hampir tak pernah merayakan ultah, bahkan natal di gereja pun kadang ogah-ogahan kuikuti. terserah bila ada yang menganggapku bukan kristen sejati. toh semua orang tahu, kristus tidak lahir tanggal 25 desember.

sebuah kejadian yang menjadi salah satu titik balik dalam hal ini adalah ketika aku sering menjadi gitaris di gereja untuk ibadah pemakaman. beberapa kali aku mendampingi pendetaku untuk mengantar jenazah ke peristirahatan terakhir di yayasan gotong royong, dekat gereja bethany di malang.

suatu hari kulihat peti mati yang sangat indah. peti mati itu, di salah satu sisinya diukir dengan apik adegan perjamuan terakhir yang dulu pertama kali dilukis leonardo da vinci.

saat itu hatiku berbisik, "peti mati yang mahal, atau sebuah kehidupan yang mahal, yang menjadi bagianmu?" pengalaman itu kutuangkan dalam sebuah renungan pendek, bahwa kehidupan yang mahal adalah kehidupan yang kita isi dengan kesetiaan pada panggilan allah.

nah, kemarin, 14 agustus, aku pergi ke rumah temanku yang adiknya meninggal. adik temanku ini meninggal karena tabrakan. saat tabrakan, helmnya lepas dari kepalanya karena tak dikancing. ibu temanku begitu menyesali peristiwa ini. "anak muda zaman sekarang. susaaahnya dikasih tahu," katanya berulang-ulang.

begitu mendengar ibu temanku bercerita, segera aku teringat di suatu malam ketika aku nyaris mengalami hal serupa.

waktu itu aku tengah mengajari seorang teman naik sepeda motor. dia belum bisa sama sekali. dia menancap gas begitu laju sehingga aku yang ada di belakang langsung mengerem sepeda motor itu. motor berputar dengan cepat. seketika aku jatuh dan kepalaku menghantam tanah dengan begitu keras.

untungnya aku memakai helm. aku tidak bisa membayangkan bila aku -- yang saat itu tengah mengajarinaik motor -- melepas helmku. aku bergetar mengenang kejadian ini. begitu cepat ia melintas di benakku, mendatangkan trauma seketika.

kedua adalah berita yang jam 17.30 tadi baru saja kudengar dari guru dan sahabatku. ayahnya meninggal. ayahnya itu berusia 80 tahun lebih. selama ini selalu sehat walafiat, jarang sakit, bahkan masih kuat melakukan berbagai kerja berat.

beberapa minggu yang lalu aku dikabari kalau ayah sahabatku itu sakit, sempat diopname di rumah sakit. namun, pada akhirnya usia harus kalah pada kefanaan hidup. dalam usianya yang cukup panjang, bapak temanku itu kini berpulang.

mendengar berita ini aku merasa sedih, karena sahabatku ini mempunyai pengalaman yang mirip denganku. saat ia dulu belajar menulis, ia meminjam mesin ketik ayahnya. sementara aku, orang yang pertama kali berbicara soal menulis adalah bapakku.

waktu itu ayahku berkata kepadaku kurang lebih demikian, "nug, cobalah sekali-sekali kamu nulis. coba kirim ke koran atau majalah. bapak lihat-lihat, kamu punya bakat menulis."

aku ingat, saat itu, aku sedang ada masalah kecil dengan bapakku. aku malah menyanggah anggapannya. "untuk apa menulis segala? itu membuang-buang waktu," kataku. aku ingat, aku menyatakan hal itu dengan sengit.

minggu demi minggu berlalu, dan apa yang dikatakan ayahku selalu terngiang-ngiang di benakku. suatu saat kucoba. tahun-tahun berlalu, dan aku sampai sekarang masih belum bisa berhenti menulis. sampai sekarang, aku selalu bersyukur bisa menulis sesuatu. bapakku juga kadang memberi koreksi atas beberapa tulisanku, terutama renungan-renungan yang pernah kutulis beberapa tahun lalu

***

malam ini, aku tentu akan merenung panjang. kepergian dua orang -- satu masih berusia dua puluhan dan satunya berusia delapan puluhan -- jelas-jelas menjadi bukti bahwa manusia tak tahu kapan maut menjemput.

semoga keduanya tentram di alam baka; dan tentunya keluarga yang ditinggalkan ikhlas, tabah, dan rela.

namun, dua peristiwa ini telah menghadirkan dalam benakku kenangan-kenangan yang lain. kenangan akan pemeliharaan tuhan, kenangan akan kepedulian seorang bapak. terpujilah tuhan, yang membuat hidup ini indah karena ia menciptakan manusia dengan hati nurani yang bisa dipakai buat merenung.

sidoarjo, 15 agustus 2010

1 comment:

Seiri Hanako said...

salam kenal di kunjungan perdana..
(^__^)