10.2.10

Setia, atau Sekedar Tergila-gila?

"Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong." (Amsal 19:22)

Filipi 2:12-18

Tiga tahun sepasang insan ini berpacaran dengan mesra sebelum menikah. Saya menjadi saksi bagaimana keduanya menjalin hubungan dengan dedikasi, komitmen, dan loyalitas yang luar biasa. Banyak orang yang meramalkan keduanya akan langgeng hingga tua dan keriput. Namun, pernikahan mereka hanya seusia pacaran mereka.

Tiga tahun pacaran, tiga tahun pernikahan. Enam tahun kebersamaan berakhir dengan perceraian. Awal yang penuh kesan, oh, akhir yang menyedihkan. Romantika bertabur bunga di sepanjang jalan kenangan, oh, sirna di sidang pengadilan yang muram!

Kini keduanya mengambil jalan hidupnya masing-masing. Pasangan romantis itu tinggal kenangan di mata keluarga, sahabat dan rekan-rekannya.

Ketika kita jatuh cinta pada seseorang, maka hidup ini serasa penuh bunga. Senyuman termanis si dia senantiasa terkenang. Belaian tangan dan aneka percakapan menjadi lamunan-lamunan menjelang mimpi. Kita tergila-gila oleh kehadiran seseorang -- oleh asmara. Asmara -- hasrat bercinta yang menderu-deru.

Namun, kesetiaan tak ada sangkut-pautnya dengan asmara. Asmara bicara soal rasa, kesetiaan bicara soal keputusan. Di saat-saat hubungan asmara kering, tak berdaya-gugah tinggi dalam meningkatkan semangat hidup, serta serasa menemui jalan buntu, kita dituntut untuk setia. Bahkan tak jarang kita dituntut setia tanpa alasan yang cukup kuat.

Namun, bila kita bertahan, niscaya, pada akhirnya kita melihat, bahwa kesetiaan akan mendatangkan buah yang manis bagi sebuah hubungan cinta. Tetaplah mencinta, dan tetaplah setia. (~s.n~)

"Setia adalah sebuah pilihan dan keputusan untuk bertahan ketika orang atau sesuatu yang ada di dalam hidup ini rasanya lebih pantas untuk ditinggalkan."

No comments: