11.7.09

c'est la vie vue de près

kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di hari depan. dalam hitungan detik, segalanya dapat berubah.

9 juli malam aku dapat kabar bapakku sakit. ia pingsan setelah ikut kelas pengajaran di gereja.

dia lagi duduk di meja makan, mengukur tensinya, pakai pengukur tensi digital di rumah. kepalanya pusing waktu itu. hasil pengukuran ternyata sangat rendah, hanya 60. ia kaget, seketika tak sadarkan diri. ibuku panik, teriak-teriak memohon bantuan orang di sekitar rumah kami. tapi karena ruang makan kami ada di belakang, tak ada yang mendengar teriakan itu.

ibuku segera akan bergegas menuju depan rumah. saat mau melangkah, sebuah "tangan" ajaib memegang tangannya, menghentikan niatnya berlari. ibuku melihat bapakku tak memegangnya. bapak sudah terbaring di kursi tanpa daya sekitar semenit. ibuku seketika itu diingatkan oleh suatu pengalamannya dulu kalau orang pingsan tidak boleh didudukkan. ia langsung menggeser kursi yang diduduki bapakku sekuat tenaga, sambil kedua tangannya menidurkan bapakku di lantai.

saat ini mobil di rumah kami sedang dipinjam saudara. ibuku sudah bingung mau diapakan nih bapakku. untunglah, pada saat ia menuju ke depan rumah setelah membaringkan bapak, ada tetangga yang lewat, pakai mobil, baru saja pulang dari mal. bersyukurlah, tetangga itu murah hati. ia segera mengantarkan ibu dan bapakku ke seorang dokter kepercayaan bapakku.

oleh dokter itu bapak kemudian disuruh untuk opname di r.s. panti nirmala. dan, puji tuhan, semua hasil pemeriksaan dari laboratorium menyatakan kondisinya baik. semula ada indikasi gejala stroke ringan, tapi hasil ct scan menyatakan kondisinya baik-baik saja, sejauh ini.

jadi, sebab utama sakit ini karena pagi hari, 9 juli, bapakku berjalan kaki lebih jauh daripada rute biasanya. maklum, bapakku ini orang yang suka jalan sendirian untuk cari hawa segar, selain menanam-merawat berbagai tanaman hias di belakang rumah.

aku mendapat kabar bapak dibawa ke rumah sakit jam 10-an malam. aku bimbang pulang atau tidak. tidak bisa tidur, jam setengah satu malam aku putuskan ke terminal bungurasih, dapat bis ke malang jam 2 pagi.

ketika menjagai bapak yang sakit, pikiranku semata-mata tertuju pada berbagai penderitaan yang dialami macam-macam orang. cerita yang paling menohok adalah ketika aku mendengar seorang penunggu pasien di rumah sakit: ia sedang menunggui ibunya yang rusuknya sedang dipasangi 16 buah pipa alumunium akibat kecelakaan. sebuah kecelakaan yang mengerikan: 9 orang di dalam sebuah mobil jatuh ke jurang dalam perjalanan dari pacitan. 2 orang meninggal.

ketika pikiranku dilintasi berbagai penderitaan, pagi hari aku senantiasa merenung: betapa fana kehidupan ini. betapa bersyukur aku untuk kehidupan yang ada. kebetulan, r.s. panti nirmala ada di dekat pusat keramaian di kota malang; dekat pasar besar di malang.

pagi hari saat mencari makan aku melihat tukang becak tua yang rantainya selalu lepas dari gear ketika mengangkut ibu yang membawa dagangan sayur. ada mbah tua berambut putih yang menghidangkan teh untuk satu orang gila yang hitam-legam. ada seorang pria paruh baya yang rambutnya gundul dan menempelkan kepalanya di sebuah tiang yang menjadi penyangga rambu lalu lintas, dengan wajah memelas.

dan ada ibuku, yang kesetiaannya tak pernah kuragukan, untuk suami dan anak-anaknya. yang bikin aku heran adalah keputusannya untuk berpuasa saat badannya kini sudah tak lagi muda, dan ia harus riwa-riwi ke sana kemari untuk mengurus askes, peralatan-perawatan bapakku yang sakit, dll. aku berusaha mencegahnya, namun ia merasa masih cukup kuat untuk puasa.

dan masih banyak lagi.

***

aku menghayati: selain ibadah pemakaman, rumah sakit mungkin tempat lain yang menarik untuk menjadi pemantik renungan. di rumah sakit aku berpikir lebih jernih dalam menghadapi berbagai kesialan yang kualami akhir-akhir ini.

"pergi ke rumah duka lebih baik daripada ke rumah pesta," kata nabi sulaiman. "orang yang berbahagia adalah orang yang mengingat hari kematiannya setiap saat," kata nabi muhammad. dan bicara tentang kematian, aku juga tidak akan pernah lupa novel "hari terakhir seorang terpidana mati" karya victor hugo. di sana ia dengan mantap membahasakan pikiran seorang yang menganggap berarti apa pun yang ia lihat menjelang detik-detik terakhir hari eksekusinya.

mungkin beberapa bagian terakhir yang kutulis ini agak berlebihan jikalau ada yang membacanya dalam keadaan sibuk. aku mohon maaf jikalau kesannya hiperbolis. namun, saat ini aku sama seperti hugo, merasa bahwa setiap waktu berarti; dan kehidupan (utamanya yang kini baru kusaksikan: kesahajaan orang-orang sederhana di sebuah keramaian pasar), dengan segala yang terjadi di dalamnya mampu mendatangkan perenungan yang menuntun kepada kedamaian.

itulah yang disebut oleh victor hugo: "c'est la vie vue de près".

"inilah kehidupan yang dilihat dari dekat".

kantor pos alun-alun kota malang, 11 juli, sebelum jam 9 pagi

7 comments:

eha said...

Kasih Tuhan menyertai mas sidik beserta Ibu dan keluarga. Kepergian orang yang kita cintai sedikit atau banyak membawa perubahan pada cara pandang kita terhadap hidup. Pada mas, aku percaya perubahan itu mengarah kepada segala yang positif. Tuhan memberkati.

Sidik Nugroho said...

lho, belum pergi kok. ini udah mau sembuh. tengkyu masukannya... :-)

ariesaptaji said...

hehe, aku aja kaget bacanya, kok tiba-tiba di paragraf ke-14: "setelah ibadah pemakaman". kularik lagi ke atas, apa tadi ada info yang terlewat. yah, ternyata lompatan pikiran sampean kurang terjembatani dengan mulus.
btw, lekas bugar ya bapak. dan, jangan lupa blessing oktobernya.

Zebaoth Blogs said...

Selamat pagi Mr. Tuan Malam.. he he he..
wah barusan aja keinget satu ayat di Pengkotbah 12:1. Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!",...

Yaaahhh... apapun bisa terjadi dalam hidup kita 'di setiap detiknya'...

jadi... ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu...

he he he.. ayo semangat lagi to... jangan cuma dulu aja... :)

Sidik Nugroho said...

@ mas arie: itu ngetiknya di kantor pos, tanpa editan mas. jadi ya gitu itu hasilnya. matur nuwun sanget koreksinya... sudah ku-edit dengan memberi tanda jeda (***). mungkin ini sebabnya eha mengira seseorang telah "pergi" dari keluargaku. :-)

@ iik: tiap detik memuat kemungkinan perubahan. yap... :-)

eha said...

Aku salah tangkap ya? Fiuhh, syukurlah ... baru kali ini aku begitu lega atas sebuah kesalahan penangkapan. Jadi Bapak sudah hampir pulih ya mas? Semoga cepat pulih sepenuhnya ya.

Sidik Nugroho said...

sekarang sudah semakin pulih. sudah di rumah. butuh sekitar seminggu-10 hari lagi untuk beraktivitas seperti sediakala. trims, bu eha.