24.6.09

Perjalanan Liburan, Perjalanan Spiritual (1)

Kita mungkin bisa tahu apa yang bakal kita alami dari sebuah perjalanan atau kejadian -- karena kita memang merencanakannya. Namun, kandungan hikmah yang terpetik dari suatu perjalanan atau kejadian acapkali tak terduga. Itulah hal yang asyik menurutku.

Hal-hal yang mengasyikkan -- berikut hikmah -- yang terpetik dalam perjalanan kali ini, nantinya akan kukisahkan dalam beberapa bagian cerita yang kubuat. Ini kubuat, pertama-tama untuk Mas Arie Saptaji yang menduga-duga: berapa banyak tulisan atau renungan yang bakal lahir dari perjalanan ini? Selain itu, tulisan ini lahir juga karena aku pernah membaca cerita Mas Arie tentang sebuah reuni gereja dan catatan perjalanannya waktu ada acara perbukuan di Temanggung. Catatan-catatan yang menarik; membuat aku ingin belajar menulis sebuah catatan perjalanan pula. Mungkin masih grothal-grathul kali ini. Tapi, kuharap, enjoy aja lah...

18-19 Juni 2009

Tanggal 18 aku dan rekan-rekan guru TK dan SD Pembangunan Jaya 2 berangkat dari sekolah kami di Sidoarjo menuju Tangerang. Niatnya studi banding ke sekolah-sekolah seyayasan, beberapa lembaga iptek, dan ini yang tak kalah penting: wisata. Perjalanan ini menggunakan bis pariwisata sewaan Perjalanan kami penuh canda hingga kira-kira sampai di Tuban. Kemudian suasana senyap, hingga sampai di Rembang kami singgah untuk makan malam.

Saat makan malam aku memisah dari rombongan. Teman-temanku menuju rumah makan yang disinggahi bis, aku ke warung tenda berjarak 25 meter dari warung, di sebelah selatan warung. Ini kulakukan karena aku ingin sekali makan lalapan tempe, sambil menyendiri sesaat. Sampai di sana lalapan tempe habis. Akhirnya kupilih lalapan ayam. Ketika makanan hampir selesai kulahap, olala, seekor kutu busuk hitam kecil menempel di nasi. Kupegang kutu itu, kusentil ke samping meja. Tanganku kucium, baunya minta ampun. Aku cuci tangan. Kucium-cium nasi dan lalapanku, ternyata masih tidak bau kutu. Kuhabiskan saja. Beruntung aku, tidak sakit perut.

Rombongan kami terus berjalan, singgah sesaat waktu subuh di Indramayu. Sampai di Tangerang hampir jam sembilan pagi, tanggal 19 Juni.

Di Tangerang, Serpong tepatnya, kami menginap di Wisma Puspiptek (Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Dari wisma kami cuma diberi waktu membersihkan diri satu jam lima belas menit, lalu berangkat ke kantor Yayasan Pendidikan Jaya di Bintaro Trade Center. Di sini kami bertemu dengan karyawan-karyawan yayasan yang ramah. Setelah makan siang kami menuju ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Sayangnya, kunjungan kami ke TMII hanya difokuskan ke Science Center-nya. Padahal aku -- kelihatannya juga teman-teman lain -- ingin naik kereta gantung lihat-lihat pulau mini. Akhirnya momen ini malah dijadikan sesi pemotretan. Di sini foto, di sana foto. Walau bukan fotomodel, tak apalah... enjoy! Sampai sore kami ada di Taman Mini, pulangnya mampir ke ITC Mega Grosir. Nah, di ITC ini aku benar-benar tidak betah. Barang dan orang tumplek blek. Tidak ada sesuatu yang kubeli, kecuali sepaket makanan A&W. Aw... aw... aw... aku ingin segera kembali ke wisma.

Aku, Pak Arif, Pak Agus, Pak Dani, Pak Faishol, Pak Koko dan Pak Sobirin nongkrong di warung kopi dekat wisma setelah mandi. (Mungkin perlu penjelasan di sini bahwa semua guru lelaki dan wanita dipanggil Pak dan Bu, tidak peduli muda atau tua. Beberapa temanku itu masih sangat muda. Contohnya Pak Sobirin, dia masih 23 tahun.) Nongkrong di warung kopi malam itu cukup memberi pengiburan. Aku pesan jeruk panas. Rasanya cocok seperti mimpi. Cocok karo impen, kata orang Semarang.

20 Juni 2009

Ini mungkin hari yang paling asyik selama studi banding. Di hari ini kami ke SD Pembangunan Jaya di Bintaro menyaksikan pentas seni. Aku, Bu Lina, Bu Dewi, Bu Yuli, Pak Fajar dan Bu Debby sempat keluar sebentar dari sekolah, lalu menuju ke tempat kos waktu aku dulu jadi guru magang di Jakarta pada tanggal 20 Maret sampai 20 April 2007.

Waktu sampai di situ aku mengingat-ingat masa-masa di mana dulu aku jadi guru magang. Tiap hari magang dari jam tujuh pagi sampai empat sore. Pulang magang mandi sebentar, lalu ke Bintaro Plaza, cari makan, pulang ke kos, dan tidur. Yang kutuju di Bintaro Plaza saat itu selalu Gramedia. Selama sebulan di sana aku sempat membaca Remains of the Day-nya Kazuo Ishiguro sampai tuntas, The Professor and the Madman-nya Simon Winchester sampai tuntas juga, dan sebagian Wanita dalam Lukisan -- Rose Madder-nya Stephen King. Semua kubaca tanpa kubeli.

Buku-buku itu kutemukan dalam keadaan tidak disegel, lalu kubaca selama beberapa hari. Aku tidak pernah melipat halamannya, cuma mengingat sampai halaman atau bab berapa buku itu kubaca. Beberapa karyawan yang ada di sana kelihatannya mengenalku karena tiap sore selalu aku ke sana. Salah seorang di antaranya adalah gadis yang cukup manis dan bersenyum lembut, tapi dulu aku sungkan dan ogah-ogahan mau mengajak kenalan.

Sambil mengenang masa-masa magang itu, masuk sebuah sms dari Iqbal Dawami. Resensinya untuk buku The Dragon Scroll dimuat di Media Indonesia. Kubeli koran itu. Kasihan dia, resensinya dipotong cukup banyak karena keterbatasan ruang. Dari Iqbal juga aku dapat info kalau koran lain, yaitu Koran Jakarta, menyediakan ruang untuk resensi buku setiap hari. Harus dicoba nih!

Setelah Pentas Seni usai kami mendapat pengarahan sedikit dari beberapa petinggi yayasan, tentang konsistensi mengajar dan pentingnya senantiasa berpatokan pada sistem pendidikan dan pengajaran yang ada di lingkungan Yayasan Pendidikan Jaya.

Kemudian, nah ini dia, kami ke Dunia Fantasi! Di sini, sebelum menikmati berbagai wahana yang tersedia, kami mendapat penjelasan tentang sejarah Dunia Fantasi dan berbagai kegiatan sains yang diadakan di sana. Saat menerima penjelasan, aku dan beberapa bapak guru mengguyoni Dunia Fantasi yang sudah mendapat ISO. Penjelasan ini diberikan karena Pak Faishol kuatir naik wahana Tornado. Sebabnya, seperti yang pernah terjadi di Jatim Park: wahana itu macet di tengah jalan saat sedang dioperasikan. Mengomentari Pak Faishol dan penjelasan tentang ISO itu aku berkata, "Isooo' ae!" Bisaaa aja. Guru-guru pria pada tertawa keras, karena dua kata itu kami ucapkan dengan kesan sedikit mengejek. Hingga di hari terakhir studi banding, bila ada guyonan atau olok-olok, selalu saja dua kata itu terucap, "Isooo' ae!" (Dan dua kata ini kelihatannya masih berpotensi untuk jadi idiom favorit untuk guyonan di kalangan guru-guru pria di kemudian hari kelak.)

Kemudian kami berjalan-jalan. Kami, para guru-guru pria, benar-benar menikmati cewek-cewek yang berlalu-lalang di Dunia Fantasi. Banyak gadis cantik di sana-sini. Benar-benar menyegarkan jiwa kami yang telah suntuk menggarap nilai dan rapor siswa beberapa minggu sebelumnya. Rasanya, di sini, di Dunia Fantasi, fantasi bukan hanya diterbitkan oleh wahana-wahana, tapi riwa-riwi gadis-gadis muda yang jelita. Isooo' ae!

Waktunya tiba menikmati wahana-wahana yang ada. Berhubung waktunya sedikit -- sudah menjelang sore -- maka hanya sedikit wahana yang kami bisa nikmati. Pertama-tama aku memilih Halilintar, mirip Jetcoaster. Kemudian Kora-Kora. Setelah naik Kora-Kora, kepalaku lumayang pusing dan perutku mual. Aku mau mencoba Tornado masih agak takut. Akhirnya aku bersama Bu Valen, Bu Ririn, Bu Debby, Bu Tri dan Bu Yanna naik Bianglala, kereta gantung yang berputar itu. Wah, menyenangkan sekali melihat pantai Ancol ketika kami berada di atas. Setelah tiga atau empat kali putaran, jatah kami habis. Satu per satu penumpang Bianglala turun.

Tiba-tiba kecoak lewat di dekat kakiku. "Ada kecoak!" kataku.

Ibu-ibu guru ini pada menjerit takut. "Sudah, Pak Sidik! Biarin aja."

Waktu itu kami sedang menunggu giliran turun. Bianglala sedang berhenti berputar, dan kereta kami sedang berada di bagian teratas. Dan kecoak sialan itu tidak berhenti menjalari celanaku. Dia terus naik ke bagian belakangku, lalu merambati bagian dalam bajuku. Punggungku terasa geli dilintasi kecoak yang berjalan merambat itu. Ibu-ibu guru menertawaiku habis-habisan sambil mencegahku untuk berdiri atau melakukan sesuatu terhadap kecoak itu. Aku hanya bisa meraba-raba punggungku sambil mengebas-ngebaskan baju ketika kereta kami makin turun.

Setelah ketegangan berpadu tawa yang tak terlupakan itu aku menonton pertunjukan Spiderman vs Green Goblin. Aku penasaran karena di hari ini juga aku membaca Media Indonesia yang menyatakan kalau tontonan itu bakal seru. Awalnya memang seru. Ini sebuah drama yang para pemainnya mahir break dance. Beberapa aktornya didatangkan langsung dari Marvel Australia. Musik latarnya keren-keren. Aksi Spiderman lawan Green Goblin menggunakan bantuan tali dan alat-alat yang biasa digunakan pecinta alam atau Flying Fox. Sayangnya, ada salah satu adegan saat itu yang sempat bikin penonton terbahak-bahak.

Penonton terbahak-bahak bukan karena ada adegan lucu, tapi Spiderman-nya nubruk salah satu dinding di panggung karena seorang -- atau mungkin beberapa orang -- kru salah tarik. Padahal, itu pas bagian seru ketika sang superhero harus melawan Green Goblin. Kasihan Spiderman, dadanya tampak kesakitan. Dia ke belakang panggung sekitar 15 detik, mungkin untuk mengatur nafas dulu.

21 Juni 2009

Tanggal 21 Juni rombongan kami ke Mekarsari, taman buah yang terkenal di Cibubur itu. Di Mekarsari kami juga belajar tentang merangkai tanaman hias di dalam sebuah sloki dan mencangkok tanaman yang benar.

Dari Mekarsari kami menuju ke rumah Pak Tony, prinsipal Yayasan Pendidikan Jaya. Rumahnya sangat asri dan besar. Pak Tony, selain menjadi prinsipal, mempunyai tiga usaha sampingan: roti, perhiasan dan busana. Kali ini aku belajar tentang pembuatan perhiasan dari bebatuan. Batu-batu yang dijadikan perhiasan macam-macam, salah satunya obsidian. Batu-batu itu digali dari Pacitan dan beberapa daerah lain di Indonesia, bahkan mancanegara.

Pembuatan perhiasan menggunakan sebuah besi pemotong batu berbentuk bundar (yang biasanya ada di bengkel-bengkel bubut), dan lima penghalus atau amplas dari besi yang juga bundar. Semuanya digerakkan listrik untuk memotong, dan juga menghaluskan batu-batu itu. Setelah halus, barulah batu-batu itu kemudian dibentuk sesuai permintaan atau keinginan. Kadang, untuk pemanis tampilan batu yang sudah selesai dibentuk itu, perak atau perunggu ditambahkan sebagai bingkainya.

Dari rumah Pak Tony aku dan rombongan menuju ke Wisata Belanja Kampung Cina. Di sini aku berkesempatan untuk mencari dua kaos untuk bapak dan pakdeku, dan sebuah daster untuk ibuku.

22 Juni 2009

Aku dan rombongan pergi ke SMA Pembangunan Jaya dan Sekolah Global Jaya. Aku sudah pernah ke sini sebelumnya waktu magang dulu. Cuma, kadang-kadang masih di luar jangkauanku untuk berpikir: betapa kaya orang-orang yang anaknya disekolahkan di Sekolah Global Jaya. Di tahun ajaran 2006-2007 saja, untuk SD Global Jaya, uang sekolah tiap bulan 4,3 juta rupiah. Sekarang entah berapa -- aku tidak tahu karena hanya mampir sebentar.

Beberapa artis dan pengusaha ternama anaknya disekolahkan di sini. Bahkan beberapa artis yang masih belia juga sekolah di sini. Namun, ada juga cerita-cerita tentang orang-orang kaya yang tak bahagia di sini.

Perjalanan usai jam 12 siang. Rombongan guru-guru kembali lagi ke Sidoarjo. Aku melanjutkan perjalanan ke Bandung, ke rumah pakde-ku.Dalam perjalanan menuju Bandung aku merenung tentang pengabdian dan komitmen dalam pendidikan, juga mengenang beberapa orang kaya yang hidupnya tak sejahtera dan sentosa. Entah kenapa, aku senantiasa teringat akan kesahajaan hidup seperti yang pernah dikisahkan oleh Pak Sumardianta dalam bukunya yang bertajuk Simply Amazing. Aku merenungi hal ini: "Beberapa dari kita, mungkin, pernah beranggapan bahwa kehidupan mewah bergelimang harta adalah kunci menuju kebahagiaan. Namun, kita keliru. Dalam kemewahan dan kekayaannya banyak orang kaya yang mencari makna kebahagiaan, yang tak jarang justru mereka temukan dalam kesederhanaan dan kesahajaan."

Dan apa yang kurenungkan, mendapat peneguhan yang bertubi-tubi ketika aku berada di Bandung. (Bersambung)

No comments: