28.4.11

Kebobrokan yang Terselubung dalam Moralitas

Ketika Philip Yancey -- penulis terkenal itu -- masih kecil, ia mengenal seorang pria yang mengesankan. Pria itu sering dipanggil Big Harold. Ia suka mengawasi anak-anak yang riang gembira bermain di komidi putar. Ia juga meluangkan waktu bermain catur bersama mereka. Namun, di balik sikap ramahnya, Big Harold memiliki suatu sikap negatif yang parah: ia mudah menghakimi orang lain.

Ia juga membenci orang kulit hitam -- sama sekali tidak bisa toleran pada mereka. Ia mengkritik tajam segala sesuatu yang amoral dalam pandangannya lewat surat-surat yang ditulisnya. Ia berhasil menjadi seorang pendeta di sebuah gereja kecil di Afrika. Namun, di balik surat dan khotbah-khotbahnya yang menyuarakan moralitas, Big Harold ternyata menyimpan misteri lain.

Ia melakukan phone-sex, berlangganan majalah porno. Ia bahkan menggunting beberapa bagian majalah porno itu, dan mengirimkan guntingan itu kepada beberapa wanita, sambil menuliskan: "Ini yang akan kulakukan padamu." Moralitas yang begitu kuat ia suarakan dalam khotbah dan surat-suratnya ternyata tak pernah mengubah kondisi hatinya sendiri yang bobrok.

Moralitas seperti ini adalah legalisme, lawan dari anugerah. Orang yang terjebak dalam legalisme tahu hukum, tahu yang baik dan buruk, selalu tampak adil dan bijaksana, namun menjadi pribadi yang kaku dan gagal untuk mengupayakan hidup yang berkenan pada Allah. Sebaliknya, orang yang hidup dalam anugerah mengakui ketidakberdayaan dan ketidaksempurnaannya, tidak selalu tampak baik, namun selalu berusaha berkenan pada Allah dengan cara mengoreksi diri. ***

Homines sumus, non dei. (Kita manusia yang lemah, bukan dewa.)

~ Pepatah Latin ~

No comments: