26.10.10

Tua-tua Keladi yang Tak Kunjung Tua

Menjelang jam empat dini hari, Frank Moses (Bruce Willis), seorang pensiunan CIA, terbangun dari tidurnya. Seperti hari-hari lainnya, ia tampak kurang bersemangat menjalani hari ini. Hidupnya agak berseri dengan kehadiran seorang wanita yang belum pernah ia temui bernama Sarah Ross (Mary-Louise Parker), seorang pegawai di kantor pensiunan. Selama beberapa waktu mereka saling bicara lewat telepon untuk hal-hal yang pribadi, bukan hanya soal kiriman uang pensiun.

Di dini hari ini, segerombolan orang tak dikenal menyerang rumahnya secara tiba-tiba. Tiga orang menyusup diam-diam ke dalam rumahnya. Dengan tangkas Frank mengalahkan mereka bertiga, bahkan para penyerang lain yang berada di luar rumahnya. Strategi yang dipakai Frank dalam mengalahkan musuh-musuhnya sungguh tak terduga -- salah satunya memanaskan beberapa peluru senapan di atas panci penggorengan sehingga menimbulkan ledakan seperti orang sedang berbaku-tembak. Ya, tembak-menembak terjadi begitu bising di awal film ini.

Rumah Frank yang berada di Cleveland amburadul, nyaris runtuh total. Ia pun pergi ke Kansas, menuju ke rumah Sarah. Sarah terkejut dengan kedatangan Frank yang tiba-tiba. Frank bahkan menyatakan bahwa ia sedang diburu oleh orang-orang yang berniat membunuhnya. Sarah kaget bukan kepalang, tak menduga pertemuan pertamanya dengan Frank menjadi seperti ini. Tanpa penjelasan panjang-lebar, Sarah kemudian "diculik" oleh Frank demi keamanan mereka bersama. Frank membawa Sarah menemui beberapa teman lamanya untuk menyingkap motif di balik penyerangan terhadap dirinya.

Sampai di sini, RED menyuguhkan kisah yang sangat menghibur untuk diikuti. Walaupun memuat berbagai kisah persekongkolan dari hasil rekaan, adegan demi adegan yang ditampilkan lebih banyak menghibur daripada membebani penonton untuk mengetahui siapa dalang di balik semua konflik ini. Persekongkolan yang dibangun di film ini bahkan sampai melibatkan rencana pembunuhan wakil presiden. Persekongkolan yang mengingatkan saya pada sebuah film lain, Salt.

Aktor dan aktris yang berlaga di film ini juga menyuguhkan akting yang apik. Selain Sarah, ada sederet tokoh lain yang berjuang menyelamatkan Frank dari orang-orang yang memburunya. Ada Victoria (Helen Mirren) yang begitu kalem namun sering juga beringas. Ada juga Joe (Morgan Freeman), Marvin (John Malkovich), dan Ivan (Brian Cox) yang sering tampil kocak dan tak terduga.

Tokoh-tokoh yang sudah tua ini (kecuali Sarah Ross) bergabung menjadi sebuah tim yang harus berhadapan dengan seorang agen CIA, William Cooper (Karl Urban). Anggota tim Frank ini adalah teman-temannya di tahun 80-an dulu. William diperintahkan untuk memburu Frank dan beberapa orang lain yang menjadi saksi peristiwa pembunuhan massal di Guatemala pada tahun 1981 yang dilaporkan seorang wartawan New York Times.

Film yang diadaptasi dari novel grafis ini membuat saya serta-merta teringat pada Danny Ocean dan timnya dalam tiga film Ocean's Eleven, Ocean’s Twelve, dan Ocean's Thirteen. Kemiripan di antara keduanya adalah banyaknya adegan yang berisi kejutan tak terduga ketika para jagoan beraksi mengecoh musuh.

Film lain yang saya ingat adalah Expendables yang juga kurang-lebih bertema cerita sama. Para jagoan di kedua film ini juga berlatar-belakang sama. Mereka adalah orang-orang yang sudah tua – atau sedang beranjak tua -- yang terlambat menikah atau memang tak bisa menikah karena tuntutan tugas. Tingkah-polah tim yang beranggotakan orang-orang tua yang dibentuk Frank ini seolah-olah hendak menggarisbawahi bahwa usia tua tak pernah menghalangi cinta untuk tumbuh atau bersemi kembali. Dan usia tua juga tak pernah menjadi halangan untuk bisa tampil kocak, liar, dan tak terduga.

Itulah yang terjadi pada Frank, yang kepadanya judul film ini ditujukan: RED (Retired: Extremely Dangerous). Walaupun sangat berbahaya dan liar, Frank juga sosok yang romantis. Ia mendapati cintanya bersemi lagi ketika menelepon Sarah berulang-ulang untuk menanyakan cek pensiunnya. (Ia sengaja merobek beberapa cek pensiunnya agar bisa menelepon Sarah lagi dan lagi.) Itu juga yang dialami Ivan dan Victoria -- cinta mereka bersemi kembali ketika mereka terlibat dalam misi yang dihelat oleh Frank ini.

Dan, usia memang tak pernah menjadi penghalang bagi Marvin untuk (tetap) menjadi seorang penembak yang jitu. Dalam sebuah adegan, ditampilkan Marvin beradu tembak dengan seorang wanita yang memanggilnya Old Man. Dongkol dengan panggilan itu, wanita yang menggunakan senjata yang lebih canggih dan besar ditantangnya beradu tembak dengan sebuah pistol kecil yang ia miliki. Ketika mereka sama-sama menembak, kedua peluru yang ukurannya berbeda jauh bertemu di udara. "Duar!" Ledakan terjadi. Si wanita itu terbakar, lalu lenyap terkena ledakan.

Sebuah film kadang memuat pesan dan kritikan tingkat tinggi, menantang pikiran kita untuk menelusuri berbagai pelik dan kemelut yang terjadi atas suatu masyarakat atau bangsa. Namun ada juga yang tampil tanpa ambisi politis atau tendensi khusus lainnya, tak juga memuat berbagai sindiran dan bersusah-payah merepresentasi keadaan masyarakat. Nah, RED adalah jenis yang kedua. Kita hanya perlu menyimaknya dengan duduk rileks sambil sering tertawa dan menyadari: para tua-tua keladi di film ini memang tak pernah ingin menjadi tua. (*)

Sidik Nugroho, penikmat film

***

Judul film: RED
Sutradara: Robert Schwentke
Pemain: Bruce Willis, Mary-Louise Parker, Morgan Freeman, John Malkovich, Helen Mirren
Skenario: Jon Hoeber dan Erich Hoeber (Berdasarkan novel grafis karya Warren Ellis dan Cully Hamner)
Tahun rilis: 2010

No comments: