"sip, bu guru yang kini jadi bu pendeta. kalau ada nanti kukirim," kataku. terkait renungan yang dimintanya itu, aku spontan meminta agar ibuku senantiasa mendoakanku.
dan ia menjawab, "anakku, setiap pagi dan malam hari mamah selalu berdoa buatmu... mamah juga selalu berdoa buat tulisan-tulisanmu agar dibaca dan memberkati orang-orang lain."
membacanya, aku jadi sedih karena tidak mendoakan ibuku tiap pagi dan malam.
kasih ibu memang sepanjang jalan -- tiada duanya, tiada ujungnya. kini, di hari kristus naik ke surga, merenungi lagi dua anugerah terbesar dalam hidup -- yaitu keselamatan dan roh kudus yang telah tuhan berikan -- aku juga bersyukur untuk sebuah anugerah lain: kasih dan doa-doa tanpa putus seorang ibu.
malam makin larut, terlintas lagi masa-masa kecil dulu saat aku dibonceng ibuku naik sepeda di singkawang: dia mengajar, aku sekolah. kami beda sekolah. sekolah tempat dia mengajar dekat dengan sekolahku. dia mengajar di tk flora, sebuah tk katolik; aku di sd subsidi suster. ia sangat setia dan bersemangat menjadi guru, sampai-sampai pandai berbahasa "kek" (bahasa tionghoa orang-orang di singkawang) agar muridnya yang sebagian besar orang tionghoa paham maksudnya.
hingga kini ibuku masih setia menjadi guru. bukan hanya guru, ia pendoa yang setia dan sangat rajin berpuasa. tiap jam 4.30 pagi ia bangun, genjrang-genjreng main gitar sambil menyembah tuhan walau tak bisa satu kunci gitar pun, lalu berangkat pagi-pagi ke sekolah untuk mengajar. ia menjadi guru di tk mardiwiyata, di malang.
kini, hanya aku dari antara ketiga putranya yang mewarisi minat dan perjuangan hidupnya menjadi seorang guru. dan aku tidak pernah menyesal menjadi guru, salah satu alasan terkuatnya adalah:
karena ibuku juga guru.
sn, sidoarjo, 21 mei 2009, 21.47
2 comments:
Tetap semangat pak guru...!:-)
tetap semangat, cahaya hati! :-)
Post a Comment