Judul: The Kiterunner
Sutradara: Marc Forster
Skenario: David Benioff
Dari novel karya Khaled Hosseini
Aktor: Khalid Abdalla, Atossa Leoni, Shaun Toub, Homayoun Ershadi
Amir seorang anak pendiam yang tidak suka membela diri. Seorang pengalah, pemurung dan suka menulis cerita. Ayahnya, seorang yang berseberangan sikap dengannya, berkata tentangnya, “Seorang anak yang tidak membela dirinya sendiri, akan menjadi seorang pria yang tak membela apa pun.”
Beda dengan Hassan, sahabatnya. Hassan orang Hazara yang memiliki konflik dengan Afganistan. Orang Hazara, dalam film ini, menjadi budak bagi orang-orang Afganistan. Orang Hazara dianggap rendah oleh orang-orang Afganistan. Nah, Hassan dan ayahnya, sebenarnya budak Amir, tapi Hassan dan Amir berteman akrab bukan sebagai tuan dan budak. Ketika Hassan ulang tahun, Amir membacakan cerita untuknya. Mereka berdua suka sekali menonton film. The Magnificient Seven, yang dibintangi Charles Bronson, mereka tonton berulang-ulang.
Adegan yang indah terjadi setelah hari ulang tahun Hassan. Saat ulang tahun ia dibelikan ayah Amir sebuah layang-layang baru. Untuk layang-layang itu Hassan membuat benang gelasan bersama Amir.
Nah, layang-layang hadiah ulang tahun itu kemudian diterbangkan pada suatu turnamen layang-layang di musim dingin yang cerah di Kabul, Afganistan. Banyak layang-layang terbang di angkasa, salah satunya layang-layang Amir dan Hassan. Di saat ini adegan tertata apik nian. Hembusan angin yang tersuara saat layang-layang membelah udara, suara riuh-rendah sorak-sorai para penduduk yang menyaksikan layang-layang, dipadu dengan alunan musik yang rancak, membuat penonton pasti akan asyik mengikuti adegan turnamen ini.
Amir menerbangkan dan mengendalikan layang-layangnya, Hassan yang menjadi penggulung benangnya. Hassan yang sebenarnya lebih mahir, kali ini mengajari Amir mengadu layang-layang. Dua sahabat ini memutuskan benang empat layang-layang musuh. Musuh terakhir mereka, layang-layang milik Omar, telah menjadi pemenang atas dua belas layang-layang lainnya. Sorak sorai membahana menyambut kemenangan Hassan dan Amir.
Namun sayang, adegan berikutnya justru menyedihkan. Layang-layang Omar, yang dikejar oleh Hassan untuk diberikannya ke Amir hampir dirampas oleh tiga anak muda jahat. Ketiga anak muda ini membenci Hassan karena dia adalah orang Hazara; bahkan seseorang dari mereka, Assef namanya, menyodominya.
Kejadian sodomi itu disaksikan Amir; tapi ia hanya diam. Ia tidak melakukan apa pun untuk sahabatnya. Dari sinilah persahabatan yang mulai terbina indah mulai terkoyak. Amir sering menyalahkan dirinya, Hassan terpukul dengan kejadian itu. Keduanya jadi tak banyak bicara.
Kabul, Afganistan, telah dikuasai komunis Rusia. Ketika tentara-tentara Rusia mulai masuk ke Kabul, Amir dan ayahnya melarikan diri ke Amerika.
Tahun-tahun berlalu, Amir kemudian jadi seorang penulis sukses. Ia tinggal di Michigan, punya seorang istri yang cantik, anak mantan seorang jendral di Afganistan. Namun, berbarengan dengan tur bukunya, sebuah peristiwa dalam keluarganya menanti untuk diselesaikan. Hassan dan istrinya terbunuh, dan ia harus kembali ke Kabul, Afganistan, untuk menjemput Sohrab, anak Hassan yang jadi yatim-piatu.
Perjalanan pulang ke Kabul inilah yang akhirnya menelanjangi ketakutan-ketakutan yang selalu ada di benak Amir sejak kecil. Dari sini pula kebenaran-kebenaran penting tentang keluarganya, persahabatan dan kasih sayang mulai termaknai lebih jelas bagi dirinya.
Film yang amat menggugah solidaritas dan rasa kekeluargaan ini sangat baik tergarap di bagian awal dan akhir. Hanya, di bagian tengah, utamanya pada masa-masa setelah pernikahan Amir hingga kematian ayahnya, adegan-adegan serasa datar. Untunglah, konflik yang dibangun pada saat Amir berjuang menemukan Sohrab, kemudian membangkitkan minat menonton lagi. Kita akan terpesona dengan sebuah adegan saat Amir dengan amat khusyuk sedang sholat di sebuah masjid yang berkarpet indah.
Walaupun Hassan tak tampil sepanjang cerita, tapi ini sebenarnya film tentang Hassan. Hassan yang berani pada musuh-musuh Amir di masa kecil, setia mengabdi bersama ayahnya kepada keluarga Amir, pun selalu menjadi teman setia bagi Amir. Persahabatan mereka berdua sempat terkoyak, namun setelah kematian Hassan, Amir membenahinya dengan caranya. Persahabatan dan pengabdian, mirip benar keduanya, menyatu dalam diri seorang anak kecil yang wajahnya selalu tampil melas dan polos, Hassan. Dan, pada akhirnya, pengabdian-pengabdian Hassan-lah yang menyelamatkan Amir dari belenggu intimidasi di masa lalu.*** (~s.n~)
2 comments:
jadi bener pengen baca neh novel,thanks ya bro...
Sama-sama. Baguslah kalau begitu, Mas Dedot. Saya malah belum baca bukunya. Baru nonton filmnya.
Post a Comment